Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia - Seperti pada artikel sebelumnya, kami masih membahas seputar pelanggaran hak asasi manusia. Jika sebelumnya Sakersomu telah membahas
kasus-kasus pelanggaran ham yang terjadi di negara kita, kali ini kita akan membahas seputar upaya penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia. Seperti apakah upaya untuk menanggulangi kasus pelanggaran hak asasi yang terjadi di masyarakat? Simak artikel berikut ini
|
Ilustrasi HAM |
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah seringkali kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses penegakan HAM. Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab dari pelanggaran HAM. Apabila faktor penyebabnya tidak muncul, maka pelanggaran HAM pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:
1. Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.
3. Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.
4. Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus).
5. Meningkatkan profesionasme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
6. Meningkatkan kerjasama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
b. Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Pengadilan HAM
Kasus pealnggaran HAM akan senantiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelagngaran HAM yang terjadi di neagaranya akan disebut sebagai
unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai kemauan menegakan HAM. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Hal tersebut tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan hukum negara tersebut lemah dan wibawa negara tersebut jatuh di dalam pergaulan bangsa-bangsa yang berada.
Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau disebut sebagai
unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di negara kita ada proses peradilan untuk menangani masalah HAM terutama yang sifatnya berat.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. SEtelah berlakunya undang-undang tersebut kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan. Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan di Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
Adapun penyelidikan terhadap pealnggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas Ham dan unsur masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindaklanjuti laporan dari Komnas Ham tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat. Setiap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Jaksa penuntut umum ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya harus mengucapkan sumpah atau janji.
Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAm paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan HAM. Majelis Hakim Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan.
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung seajk perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Pemeriksaaan perkara pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Kemudian, dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan oleh majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim ad hoc. Hakin ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Itulah yang dapat kami bahas seputar
upaya pencegahan kasus pelanggaran ham, semoga bermanfaat bagi kalian yang membacanya. Semoga bermanfaat dan jangan lupa bagikan ke social media pribadi Anda, agar teman-teman kalian tahu tentang materi ini.
Belum ada tanggapan untuk "Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia"
Posting Komentar