Cara Masyarakat yang Belum Mengenal Tulisan Mewariskan Masa Lalunya - Jika di artikel sebelumnya kami telah membahas artikel seputar periodisasi masyarakat Indonesia pada masa praaksara, kali ini admin blog Sakersomu ingin melanjutkan pembahasan selanjutnya, yakni tentang cara masyarakat yang belum mengenal tulisan mewariskan masa lalunya. Seperti apakah cara masyarakat yang belum mengenal tulisan, namun mampu mewariskan masa lalunya tersebut? Simak artikel selengkapnya di bawah ini
Kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia saat ini merupakan kelanjutan dari masyarakat terdahulu yang turun temurun menjadi nenek moyang kita dan telah mewariskan budayanya kepada masyarakat sekarang. Mereka di masa lampau hidup secara berkelompok, gotong royong, dan adanya pola kepemimpinan yang demokratis dan rasional, yakni primus inter pares. Pola kehidupan masyarakat saat itu dapat berkembang hingga masa kini. Cara mereka dalam mewariskan apa yang mereka miliki dilakukan melalui keluarga dan masyarakat.
a. Melalui keluarga
Keluarga merupakan lingkup sosial terkecil, tetapi paling kental dalam hidup kebersamaan. Nilai-nilai dan tatanan kehidupan dibina serta dihidupkan terus menerus melalui keluarga, mulai cara membuat alat kebudayaan, bahasa, bahkan unsur upacara-upacara yang kemudian dilestarikan secara turun temurun.
b. Melalui masyarakat
Masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang tinggal di suatu tempat dalam jangka waktu yang lama dan menghasilkan kebudayaan. Jadi, masyarakat dapat dibedakan berdasarkan budaya yang ada dan berkembang di dalamnya. Masyarakat prasejarah mewariskan masa lalunya melalui benda-benda kebudayaan, baik yang terbuat dari batu, tulang, atau logam. Selain itu, mereka juga meninggalkan jejak-jejak berupa lukisan di dinding gua, sampah dapur, dan gua tempat tinggal. Selain peninggalan yang berwujud benda (bersifat konkret), masyarakat praaksara juga meninggalkan budaya tidak berwujud benda (bersifat abstrak). Bentuk-bentuk peninggalannya dapat berupa sistem religi (kepercayaan) dan adat istiadat (bahasa, seni, upacara-upacara adat, dan sebagainya). Kebudayaan itu ada yang punah, namun ada juga yang tetap dipelihara oleh masyararat. Misalnya, pemberian sesaji pada tempat-tempat yang dianggap keramat, pertunjukan hiburan rakyat, tata cara perkawinan, kematian, dan perhitungan hari baik.
Berikut metode-metode pewarisan masa lalu yang dilakukan masyarakat praaksara melalui keluarga dan masyarakat
a. Folklore
Folklore adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi belum dibukukan. Ada juga yang mengartikan folklore adalah sebuah cerita yang tokohnya adalah binatang, makhluk hidup di luar manusia, atau personifikasi abstrak yang mengambil perwatakan kemanusiaan dan berbicara serta bertingkah seperti manusia. Folklore dibedakan atas folklore lisan dan folklore nonlisan. Folklore lisan adalah folklore yang disebarluaskan dan diwariskan dalam bentuk lisan, seperti bahasa, teka-teki, dan puisi rakyat. Folklore nonlisan adalah folklore dalam bentuk benda-benda kuno hasil kebudayaan, misalnya, arsitektur rakyat, kerajinan tangan, pakaian, perhiasan tradisional, dan obat tradisional.
b. Mitologi
Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Jadi, mitologi adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung art i yang dalam.
Setiap suku bangsa di wilayah Nusantara memiliki mitologi, yang ceritanya dikaitkan dengan kehidupan masyarakat di suatu daerah, misalnya, cerita terjadinya mado-mado atau marga di Nias (Sumatra Utara), cerita barong di Bali, cerita pemindahan Gunung Suci Mahameru di India oleh para dewa ke Gunung Semeru yang dianggap suci oleh orang Jawa dan Bali. Cerita mitologi yang paling luas persebarannya hampir di seluruh Asia Tenggara adalah mitologi Dewi Padi atau Dewi Sri.
c. Legenda
Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah, telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya.
Legenda ada empat kelompok sebagai berikut.
1) Legenda keagamaan
Di dalam legenda keagamaan banyak kita jumpai kisah-kisah para wali penyebar Islam, misalnya, Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar di Jawa, sedangkan di Bali dapat kita temui legenda tentang kisah Ratu Calon Arang.
2) Legenda kegaiban
Legenda ini berkisah tentang kepercayaan rakyat pada alam gaib, misalnya kerajaan gaib orang Bunian di rimba raya Sumatra, kerajaan gaib Pajajaran di Jawa Barat, kerajaan gaib Laut Kidul di Jawa Tengah dan Yogyakarta, dan Si Manis Jembatan Ancol dari Jakarta.
3) Legenda perseorangan
Legenda perseorangan menceritakan tokoh tertentu yang dianggap pernah ada dan terjadi, misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumatra, Si Pitung dan Nyai Dasima dari Jakarta, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Rara Mendut dan Jaka Tingkir dari Jawa Tengah, Suramenggolo dari Jawa Timur, serta Jayaprana dan Layonsari dari Bali.
4) Legenda lokal
Legenda lokal adalah legenda yang berhubungan dengan nama tempat terjadinya gunung, bukit, danau, dan sebagainya. Misalnya, legenda terjadinya Danau Toba di Sumatra, Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Parahu) di Jawa Barat, Rara Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa Tengah, dan Desa Trunyan di Bali.
|
Gunung Tangkuban Perahu, Legenda Sangkuriang dari Jawa Barat. |
d. Dongeng
Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak benar-benar terjadi, diceritakan karena berisi petuah, kebaikan mengalahkan kejahatan, ajaran moral, dan petuah bijak lainnya. Ada dongeng binatang (fabel) di Bali yang terkenal dengan nama tokoh Tantri dan di Jawa ada tokoh Si Kancil. Dongeng manusia contohnya Jaka Tarub yang mencuri pakaian bidadari berasal dari Jawa Timur, dongeng Pasir Kumang dari Jawa Barat, dongeng Raja Pala dari Bali, dongeng Meraksamana dari Papua, dongeng Ande-Ande Lumut dan Brambang Bawang dari Jawa Tengah, dan dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih dari Jakarta. Dongeng lucu, contohnya, Si Kabayan dari Jawa Barat, Gasin Meuseukin dari Aceh, dan Singa Rewa dari Kalimantan Tengah.
e. Upacara
Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku.
1) Upacara penguburan
Upacara penguburan merupakan upacara yang dikenal pertama kali dalam kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Upacara penguburan menimbulkan kepercayaan bahwa roh orang meninggal akan pergi ke satu tempat tidak jauh dari lingkungan di mana ia pernah tinggal semasa hidupnya. Sewaktu-waktu roh tersebut dapat dipanggil untuk menolong masyarakat jika ada bahaya atau kesulitan.
2) Upacara perkawinan
Upacara perkawinan dilaksanakan di tengah masyarakat sejak dahulu sampai sekarang. Perkawinan sekaligus mempertemukan dan mengawali hubungan dua keluarga yang saling bersahabat. Tiap-tiap daerah mempunyai adat berbeda-beda, seperti di daerah Minangkabau menganut garis keturunan matrilineal (garis ibu), sedangkan suku Batak, Bali, Jawa menganut garis patrilineal (garis keturunan laki-laki).
3) Upacara pengukuhan kepala suku
Kedudukan kepala suku di masa lalu adalah besar sebab ia harus memiliki kesaktian, keahlian, pengalaman, dan pengaruh yang kuat karena kepala suku adalah pelindung kelompok sukunya dari berbagai ancaman. Kepala suku bahkan dianggap ahli dalam upacara pemujaan, upacara penempatan rumah, upacara pembukaan ladang, dan upacara adat lainnya.
f. Lagu-lagu daerah
Lagu-lagu daerah atau lagu rakyat adalah syair-syair yang ditembangkan dengan irama menarik dalam bentuk lisan. Lagu rakyat dikenal dengan sebutan folksong. Lagu rakyat untuk anak-anak, misalnya, di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah Cublak- Cublak Suweng, Ilir-Ilir, dan Jamuran; di Jawa Barat adalah Cing Cangkeling; di Kalimantan Barat adalah lagu Cik-Cik Periok; di Bali dikenal lagu Meyong-Meyong. Lagu-lagu rakyat umum, misalnya, lagu Butet dari Batak yang dilantunkan dengan nada sedih, lagu Tenang Tanage dari Manggarai, Flores, dengan nuansa perenungan, dan lagu Kampuang nan Jauh di Mato dari daerah Sumatra Barat. Ada pula nyanyian religius yang dipadukan dengan tarian di daerah Aceh, yaitu Saman dan Seudati, dan di Nias ada lagu Hoho.
Itulah pembahasan kali ini seputar cara masyarakat yang belum mengenal tulisan mewariskan masa lalunya. Jika ingin mampir membaca artikel kami yang lainnya seperti Peristiwa Sejarah sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia silahkan
klik disini
Belum ada tanggapan untuk "Cara Masyarakat yang Belum Mengenal Tulisan Mewariskan Masa Lalunya "
Posting Komentar